Monday, September 30, 2013

Terimakasih Ibu

Puji syukur tak henti-hentinya ingin kupanjatkan ke hariban Mu ya Rabb, kini aku berada di sini di salah satu Universitas ternama di Indonesia, Universitas Indonesia kalau di inggriskan menjadi "The University of Indonesia" . Teringat dengan pelajaran Dr. Abdul Gani Asyik dulu mata kuliah semantic, bahwa hanya universitas dengan nama Negara/Negara bagian yang bisa diucapkan dalam bahasa inggris dengan istilah "The University of (nama negara tersebut)", sehingga dianggap salah dalam bahasa inggris apabila Universitas Syiah Kuala ditranslate menjadi The University of Syiah Kuala, Aceh, tapi yang benarnya Syiah Kuala University, karena ia bukanlah nama negara.

Bagiku, kuliah dan merasakan kehidupan di kota besar ini tidaklah semata-mata karena keinginan dan usahaku semata, tapi hampir 95% ini karena ibu. Tidak pernah aku membayangkan sebelumnya, ibu ternyata punya cita-cita yang sangat mulia. Aku dan kedua kakakku terbiasa hidup sederhana, dan tergolong kekurangan waktu kecil dulu, tak bisa dipungkiri gaji seorang Guru SD pada masa pemerintahan Presiden Soeharto hanyalah cukup untuk makan sehari-hari, tidak untuk hidup bermewah-mewahan, ayahku meninggal ketika aku berumur 5 tahun, kala itu aku beranjak hendak masuk ke Sekolah Dasar, walau aku tidak begitu mengenal fisik ayahku, tapi aku yakin banyak sifat ayahku yang turun kepadaku, begitu lah kata orang-orang yang dekat dengan ayahku ketika  beliau masih hidup. Dan keinginan kuatku yang ingin ke Jakarta juga aku pikir masih ada hubungan yang sangat erat dengan ayahku. Sebelum menikah dengan ibu ayahku tinggal di Jakarta, tepatnya di daerah Jakarta Kota, yaitu Bendungan Hilir, beliau berjualan di sana. Tidak banyak informasi yang bisa kudapatkan, karena ibu memang tidak bercerita banyak tentang hal itu. Tapi yang pasti aku merasa perjuangan ayahku dulu di Jakarta perlu untuk kulanjutkan, yaitu dengan melanjutkan kuliah di sini. Mungkin ini berlebihan, tapi ada hasrat yang besar di jiwaku, setiap aku mendengar tentang Jakarta, bahkan aku teringat aku punya sebuah buku yang aku beli ketika pameran buku di Aceh dulu yang berjudul "Wilayah Kekerasan Di Jakarta", karangan  buku yang cukup berat dibaca sebenarnya, tapi aku sangat menikmati membacanya alasannya tidak lain karena itu tentang Jakarta, tentang perampokan, penodongan, pemerasan, pencopetan, pengeroyokan, tawuran. Buku ini menganalisa bagaimana kekerasan melingkupi berbagai wilayah Jakarta, dari yang paling aman sampai yang paling rawan, dari yang terkaya hingga yang termiskin, dari yang paling modern sampai yang paling tradisional.


Ketika mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan Pendidikan Pascasarjanaku di Universitas Indonesia, Jakarta, aku senang itu sudah pasti, tapi semuanya tidak mudah bagiku, aku baru saja menyelesaikan studi S1 ku sekitar 6 bulan yang lalu dan melalui hari-hari dengan ibu sambil mengajar di salah satu sekolah di dekat rumahku. Setiap pagi aku mengantar ibu ke sekolah sebelum aku pergi ke sekolah tempatku mengajar, dan sebelum pulang aku pun menjemput ibu. Aku bahagia, sangat bahagia, mempunyai kesempatan melalui waktu bersama-sam dengan ibu. Hingga aku lulus ujian untuk kuliah di Jakarta dan harus terpisah dengan ibu,  agak sulit pada awalnya tapi akhirnya lagi-lagi Allah mendengar jerit hati hamba yang meminta kepada Nya. Awalnya aku ragu, biarlah mimpiku untuk ke Jakarta aku tunda dulu, aku ingin menemani ibu. Tapi sungguh ibu adalah seorang perempuan yang sangat berjiwa besar, tidak tergoreskan sedikitpun ragu di wajahnya, beliau menyetujui bahkan mendukung 100% rencanaku melanjutkan kuliah di Jakarta. Padahal biayanya tidak lah sedikit, tapi lagi-lagi tanpa ragu ibu berjanji dan yakin akan mampu mengupayakannya. Aku malu sebenarnya, karena aku belum bisa mendapatkan beasiswa untuk pendidikanku, tapi ibu tidak risau soal itu, gaji ibu yang memamng sudah mengalami kenaikan yang signifikan membuat ibu yakin bisa mengkuliahkanku di Jakarta. Ibu, tidak pernah beliau ragu mendidik anaknya walaupun dengan konsekuensi aku harus jauh darinya.


Menurutku aku paling beruntung dalam hal ini, aku mempunyai seorang ibu yang cukup terbuka pikirannya, meski tinggal di Desa tapi ibu tipe orang yang sangat mendukung anaknya dalam menuntut ilmu. Aku pikir tidak banyak ibu yang ridha anak gadisnya berangkat seorang diri ke belahan pulau yang lain kecuali memang beliau punya suatu tekat yang kuat dan niat yang tulus agar anaknya menjadi orang yang berhasil sukses dunia dan akhirat.

Dan kini di kampus yang megah ini, di kelas yang dilengkapi dengan fasilitas AC ini aku sedang mendengarkan perkuliahan yang diberikan oleh salah satu dosen baruku di FKM UI, aku tersenyum-senyum sendiri, Terimakasih Ibu, tanpamu aku tidak mungkin bisa merasakan pendidikan di Universitas terbesar di Indonesia ini, tanpamu ibu aku tidak mungkin bisa mengecam pendidikan tinggi hingga tingkat magister seperti saat ini, tanpamu mungkin aku tidak akan pernah mengenal namanya Jakarta, tanpamu aku tidak mungkin bisa sampai di Kota metropolitan ini dan mempunyai teman dari seluruh Indonesia seperti saat ini. Terimakasih ibu, afwan bila anakmu ini kadang menggores luka di hatimu, Jazakillah khairan Ibu untuk restu dan dukunganmu, sungguh Ibu adalah sosok mulia yang tak kan tergantikan di Hatiku. Ibu aku sampaikan terimakasih dari lubuk hatiku yang dalam ini untukmu.. Huntur Nuhun buk, doakan anakmu yang berada di perantauan ini. 

2 comments: